Kamis, 10 November 2016

Bahagianya Memperjuangkan Mimpi (Part.1)

Kata orang, beasiswa luar negeri itu milik dua kategori orang. Kategori pertama yaitu mereka yang “pinter banget” dan yang kedua yaitu mereka yang “pengen banget”. Dan saya sadar bahwa sepertinya saya adalah orang-orang di kategori ke dua ini, hihi. Keinginan untuk melanjutkan studi di negeri Ratu Elizabeth itu telah ada semenjak saya berada di semester enam bangku perkuliahan sarjana. Ya, jauh sebelum saya tahu kapan saya akan menyelesaikan studi sarjana. Keinginan itu benar-benar terasa seperti mesin pemacu yang membuat saya semakin semangat untuk menjalani perkuliahan.

Hasil terbaik hanya lahir dari usaha terbaik. Keyakinan itulah yang selalu saya pegang selama menjalani proses mengejar mimpi ini.  Dari awal semester enam itu saya sudah mulai mencari informasi kampus dan jurusan dengan browsing di mesin pencari informasi super canggih, Google. Semua informasi yang dibutuhkan bisa dengan mudah di dapatkan di website kampus. Hal selanjutnya yang saya lakukan adalah "pedekate" dengan pihak admisi kampus yang ingin saya tuju. Ini sebenarnya modus, hehee. Niat utama saya mengirimkan email kepada mereka sebenarnya hanya ingin merasakan langsung bagaimana rasanya email-emailan dengan kampus luar negeri. Dan tahukah, ketika mendapat balasan langsung dari kampus dengan alamat atau logo kampus di bagian akhir emailnya, rasanya luar biasa. Rasanya lebih excited daripada menerima surat cinta apapun (emang pernah? wkwk). Setiap email yang dibalas selalu saya capture dan saya lihat berulang-ulang. Rasanya excited setiap kali melihat kalau emailnya dikirim langsung dari Inggris, dibalas oleh orang Inggris. Paling tidak nama saya pernah di ketik di Inggris sana :')) Alasannya sederhana, agar mimpi itu tetap hidup. Agar Inggris itu terasa semakin dekat.



Berikut adalah beberapa email yang saya kirimkan ke beberapa kampus yang ada di UK. Semua informasi ini sebenarnya sudah ada di website, tetapi tetap saja saya tanyakan. Namanya juga modus, heheh. 

University of Glasgow


Newcastle University



Email yg tadinya dikirm ke Leeds, di copast lalu di kirim ke York. Dan nama kampusnya lupa di edit, hahahha >.<


University of Leeds yang akhirnya berjodoh dengan saya :')

Selain mencari tau informasi melalui website dan email, saya juga menjaga mimpi itu dengan menonton video kampus-kampus tersebut di youtube dan "pedekate" dengan mahasiswa Indonesia yang sudah terlebih dahulu bersekolah disana. Namun ingat, biasakan untuk membaca dulu sebelum bertanya. Tanyakanlah hal yang sifatnya subjektif saja, hal yang memang butuh pendapat orang lain untuk menjawabnya. Misal, kehidupan akademis disana bagaimana? Suasana belajar disana bagaimana? Usahakan untuk tidak membuat kakak-kakaknya gregetan menanyakan hal-hal yang jawabannya sudah pasti bisa ditemukan di website, hihi. Seperti syarat dokumennya apa saja? Butuh IETLS atau tidak? Deadline pendaftarannya kapan? Semua jawabannya ada di website kampus. Perlihatkan kalau kita benar-benar niat dengan research terlebih dahulu sebelum bertanya. Kalau mau tanya ke admission tak apa, karena memang tugas mereka untuk menjelaskan hal-hal tersebut, heheh..

Setelah selesai dengan pengumpulan informasi, hal selanjutnya yang lakukan adalah mempersiapkan syarat bahasa berupa IELTS. Part ini tak kalah dramanya. Di sela-sela pengerjaan skripsi, saya dan teman-teman membuat kelompok belajar IELTS bersama. Meskipun kami kuliah di jurusan Bahasa Inggris, namun tidak ada jaminan bahwa skor IELTS kami pasti bagus. Tetap butuh waktu agar kami kami terbiasa dengan bentuk soal-soalnya dan tau strategi menyelesaikannya dengan waktu yang sangat terbatas itu. Kelompok belajar yang tadinya ramai, karena kesibukan yang berbeda-beda, perlahan mundur satu-satu hingga akhirnya saya sendiri yang tertinggal. Jujur, berat rasanya ketika harus berjuang sendiri. Terlebih saat itu studi ke luar negeri belum terlalu populer di tempat saya. Sebagian orang bahkan melihat apa yang saya lakukan itu adalah hal yang sangat muluk-muluk. Kuliah ke luar negeri itu bagai punguk merindukan bulan. Namun perjuangan sudah setengah jalan dan bagi saya, pantang meninggalkan sesuatu yang sudah di mulai itu terbengkalai begitu saja. Saya juga berusaha menguat-nguatkan hati agar tak terlalu terpengaruh dengan komentar orang. Saya yakin bahwa itu semua adalah bumbu-bumbu ujian dari Allah agar jalan ikhtiar ini terasa semakin nikmat ^_^

Beberapa bulan mempersiapkan IELTS, saya mulai mencoba mengirimkan aplikasi pendaftaran melalu portal pendaftaran online yang ada di website kampus. Jadi tahapan awalnya kita membuat akun dulu, sama dengan membuat akun facebook atau sosmed lainnya. Laman berikut ini bisa ditemui di website resmi Uni of Leeds atau dengan mengetik keywords "Apply University of Leeds" di Google. 
Contoh portal pendaftaran di University of Leeds

Setelah membuat akun, kita akan menerima email konfirmasi dari pihak admisinya. Kemudian, langkah selanjutnya adalah mengisi form biodata dan meng-upload dokumen yang dibutuhkan secara online seperti ijazah dan transkrip nilai yang sudah di terjemahkan, surat rekomendasi dan personal statement/motivation letter Proses pengisian aplikasi ini bersifat fleksibel, jadi akun bisa di log out kemudian log in kapan pun kita mau. Proses pengisian aplikasinya bisa bertahap. Ohya, rata-rata aplikasi kampus di Inggris bebas biaya administrasi. Jadi kalau kita ingin mendaftar di lebih dari saatu kampus pun tak masalah, hehe. Hal lain yang membuat pendftaran kampus-kampus di UK menarik adalah waktu pendaftarannya yang sangat fleksibel. Jadi kita bisa mengirimkan aplikasi sepanjang tahun, biasanya sampai dua bulan sebelum intake (yang rata-rata bulan September). Proses pendaftaran ini juga bisa dilakukan tanpa mengantongi sertifikat IELTS terlebih dahulu. Biasanya, jika kita mendaftar tanpa sertifikat IELTS, surat tanda terima yang kita terima berupa Conditional Letter of Acceptence (bersyarat). Ini akan berubah menjadi Unconditional Letter of Acceptence (tidak bersyarat) saat semua berkas yang dibutuhkan sudah kita lengkapi. 

Lalu berapa persenkan kemungkinan aplikasi kita kan di terima? Jika syarat nilai kita sampai, skor bahasa kita mencukupi, surat rekomendasi kita jelas dan motivation letter kita bagus, pihak admisi akan bermurah hati untuk memberikan LoA. Dari beberapa kampus yang saya cari tahu, pilihannya tetap jatuh kepada pilihan pertama, University of Leeds. Namun untuk jaga-jaga saya tetap mendaftar di kampus lain, yaitu Newcastle Uni. Alasan kenapa saya jatuh cinta dengan University of Leeds ada di postingn berikut berikut. Setelah menunggu beberapa minggu, akhirnya saya dikabari oleh pihak kampus. Kampus pertama yang mengabari saya adalah University of Leeds. Melihat subject email yang ada di layar handphone, jantung saya mau copot rasanya. Jemari saya tiba-tiba basah oleh keringat dingin, badan saya panas dingin. Saya deg-degan bukan main. Perlahan saya buka email tersebut, membacanya pelan-pelan hingga mata saya terhenti di sebuah kalimat bertuliskan "Dear Ms. Nesha, we are pleased to offer you a place ......" Alhamdulillah, saya lulus. Seketika saya rasakan mata saya panas, ada bulir-bulir yang tertahan ingin tumpah. Allah Maha Baik. Meskipun masih bersifat conditional namun saya sangat bersyukur. Bayang-bayang negeri Ratu Elizabeth itu terasa semakin dekat. 

"Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu." - Andrea Hirata

Perjuangan belum selesai sampai disini, saya masih harus tes IELTS dan berburu beasiswa LPDP yang tak kalah drama, hehee..

To be continued,
=))

Share:

Minggu, 23 Oktober 2016

Sehari di Belanda

Siang itu cuaca sangat sejuk di Kota Leeds. Angin peralihan dari musim panas ke musim dingin mulai terasa menyapu wajah dan telapak tangan. Hari itu kami menaiki bus dari Leeds menuju Manchester dengan menempuh perjalanan kurang lebih dua jam. Ya, Euro trip kali itu kami mulai dari Manchester menuju Amsterdam. Kami menggunakan pesawat Flybee, maskapai kesayangan mahasiswa (you know why, hehe). Ini akan menjadi kali pertama saya menginjakkan kaki di daratan Eropa. Rasanya? excited :') Pada saat pertama kali berangkat ke Leeds, sebenarnya saya dan teman-teman transit di Amsterdam namun itu tidak bisa dibilang Euro trip karena kami sama sekali tidak keluar dari bandara. Hihi..
                                        
                                     Boarding pass Man - Ams

Pesawat dari Manchester ke Amsterdam terbang cukup rendah sehingga saya bisa leluasa melihat jejeran awan yang tak ubahnya seperti bongkahan gulali-gulali putih yang berarak dengan indah :) Tak lama kemudian, pesawat menurunkan ketinggian sehingga saya bisa melihat kanal-kanal dan atap-atap bangunan di Amsterdam dengan cukup jelas. Saat itu langit sudah mulai gelap, waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 dan jejeran awan putih yang tadi menghiasi sudah mulai berganti dengan gradasi warna biru tua dan jingga, ciri khas warna senja. Cantik sekali :)

Setelah mendarat di Amsterdam, kami bergegas menuju hostel karena hari sudah semakin larut malam. Setelah berkonsultasi dengan google map dan bertanya kepada mas-mas yang ada di bandara, akhirnya kami menemukan jalan menuju hostel. Ketika melihat di google map kami sempat heran karena disana terlihat arahan untuk menaiki transportasi semacam kapal fery. 

Ternyata benar, dari Amsterdam central, kami harus menaiki fery agar bisa menyeberang ke hostel yang berada di pulau sebelah. Penyebrangannya hanya 3 menit dan yang paling penting gratis, hehehe. Untung pas sampai hotelnya benar-benar kece, sama dengan di website. Jadi kami tak kecewa meski harus menyeberangi pulau lewat di lembah untuk sampai ke sana.
Antrian sebelum menaiki fery :D

Sesampainya di hostel, kami membuka bekal, makan malam, bersih-bersih kemudian istirahat.

                                                                         ***
Keesokan harinya, kami berjalan menyusuri kota Amsterdam. Berhubung kami hanya memiliki waktu satu hari, jadi kami memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat  yang "Belanda banget". Dari Leeds kami sudah menyepakati bahwa itinerary kami untuk hari itu adalah Zaanse Schans, Volendam dan terakhir Amsterdam. Beruntungnya, Sekar menemukan informasi on-day-pass tiket yang bisa digunakan untuk mengunjungi ketiga tempat tersebut. Voila, hanya dengan €13.5 kami sudah bisa mengunjungi ketiga tempat tersebut. Paket hemat banget yaaa? :))

Tiket ini berlaku untuk semua moda transportasi (bus, metro, tram) di Amsterdam dan bus di Zaanse Schans dan Volendam. Tiket tersebut bisa di dapatkan di toko souvenir berlogo I amsterdam di Amsterdam Central. Tiketnya sudah dilengkapi dengan  peta anti nyasar, hehe. Informasinya bisa di lihat di link www.iamsterdam.com 
Tiketnya udah kucel hihi

Destinasi pertama kami adalah Volendam dan tujuan utama kesana adalah untuk berfoto ala-ala none Belanda, hehe. Volendam adalah sebuah kota di timur laut Amsterdam yang terkenal dengan kota pesisir pantainya. Jam 7 pagi kami sudah check-out dari hostel dan menitipkan koper kami dirumah salah satu teman, Mas Whay. Niat hati hanya mau silaturahim dan nitip koper tapi ternyata disuruh sarapan, kemudian dibekali pula. Alhamdulillah, rezeki musafir. Hehe.. Pukul 10 pagi kami sudah sampai di Volendam. Saat sampai kami langsung mengunjungi tourist informationnya dan mengambil peta Volendam disana. Di tempat ini kami juga mendapatkan voucher gratis CD-R jika berfoto di studio foto yang bekerjasama dengan pusat informasi tersebut. Untuk berfoto disana, kita dikenakan biaya €10 untuk satu orang, dan  €15 untuk berdua. Biaya tersebut sudah termasuk kostum dan dua buah hasil cetakan photo ukuran 4x4. Harga anak sekolahan, hehe.

Kami memasuki studio photo dan ternyata di sana juga ada beberapa kelompok orang Indonesia yang sedang antri untuk berphoto. Tampaknya tak afdhol bagi orang Indonesia jika sudah datang ke Belanda namun tidak berphoto di sini, hehe. Buktinya di dinding studio photo tersebut juga ada beberapa wajah yang sangat familiar seperti Ibu Megawati, Aa’ Gym, dan juga beberapa artis Indonesia. Ohya, salah satu rombongan yang kami temui di studio photo ini adalah rombongan dari Pertamina. Rombongan para eksekutif tapi humble sekali. Rombongan ini akhirnya ikut bersama kami untuk melanjutkan perjalanan ke Zaanse Schans. Saya yang tadinya hanya berdua dengan Sekar akhirnya punya banyak teman untuk melanjutkan perjalanan :)

Photo none ala-ala


Sambil menunggu hasil photo jadi, kami berjalan menyusuri pertokoan di sisi pantai Volendam. Di sana ada banyak sekali toko yang menjual suvenir khas Belanda, jajanan khas Belanda seperti dutch pencake dan juga satu lagi yang tak kalah penting yaitu cheese factory yang berjual berbagai macam keju khas Belanda. Setalah berjalan sekitar 30 menit, kami pun kembali ke studio kemudian melanjutkan perjalanan kenuju Zaanse Schans, sebuah desa kecil yang terkenal dengan kincir anginnya.

Volendam and its sundae!

Perjalanan dari Volendam menuju Zaanse Schans memakan waktu sekitar 40 menit. Namun, untuk sampai ke Zaanse Schans kami harus kembali ke Amsterdam Central Di sana kami berjanji bertemu dengan Kak Nunu yang akan menjadi tour guide kami untuk perjalanan kami selanjutnya. Kak Nunu adalah teman satu angkatan kami di Persiapan Keberangkatan (PK) beasiswa LPDP, sama dengan Mas Whay. Setelah bertemu Kak Nunu di Amsterdam Central, kami melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Zaanse Schans. Di sepanjang perjalanan kami disuguhi dengan pemandangan indah khas desa-desa Belanda. Hamparan rerumputan hijau dan domba-domba putih membuat suasana pedesaan khas Eropa semakin terasa.

Sesampainya di Zaanse Schans kami disambut dengan jejeran rumah-rumah lucu berwarna hijau dengan berbagai bentuk kincir angin di sekitarnya. Kami seperti dibawa berjalan ke masa lalu, indah sekali. Kincir angin raksasa yang biasanya hanya saya lihat di google saat itu bisa saya saksikan dengan mata kepala saya sendiri. MashaAllah :') And the perks of travelling with locals, perjalanan ke Zaanse Schans gak pakai nyasar atau tanya-tanya google map, hehee.

Gloomy Zaanse Schans

Beberapa jam berphoto dan berkeliling Zaanche Scans, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir, yaitu kota Amsterdam. Kami sampai di Amsterdam ketika lampu-lampu jalan sudah mulai di nyalakan. Segala lelah mengejar target destinasi pada hari itu seperti terbayar saat menyaksikan pantulan lampu-lampu jalan menyatu dengan kanal-kanal cantik di setiap sudut kota Amsterdam. Di kota ini, sisi jalan untuk pengendara sepeda hampir sama luasnya dengan sisi jalan untuk pengendara kendaraan bermotor. Para eksekutif muda tak segan mengayuh sepeda mereka dengan pakaian dinas lengkap dengan tas yang diletakkan di keranjang bagian depan sepeda, keren sekali!
Berjalan menyusuri kota ini seperti melihat bentuk ideal peradaban manusia di mana orang-orangnya punya kesadaran yang tinggi akan lingkungan dan kesehatan mereka. Malamnya, kami kembali ke kos-an Mas Whay dan ternyata sudah di siapkan makan malam. Terharu.. Jam 10 malam kami berangkat menuju bus station untuk melanjutkan perjalanan menuju kota Paris. Kami sengaja memilih bus malam agar hemat biaya hotel, heheh. Cerita sehari di kota Paris InsyaAllah akan saya bahas di postingan selanjutnya yaaa :) 

Senja di Amsterdam

Ams typical building 
Semoga ada ibrah yang bisa di ambil dari perjalanan sehari di negara ini. Tentang transportasinya yang tertata rapi, tentang orang-orang kami temui selama perjalanan, Mas Whay yang sudah baik sekali menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam kami, Kak Nunu yang sangat sabar menemani kami menyusuri Zaanse Schans dan Amsterdam juga tentang rombongan Bapak Ibu Pertamina yang tidak malu gabung main dan jalan kaki dengan bocah seperti kami. Last but not least, tentang Kaka Cekal yang sudah sabar sekali photoin aku :'')

Bus menuju Paris
Terimakasih untuk semua cerita yang bisa dibawa pulang, Belanda. Semoga kelak bisa bertemu lagi, InsyaAllah. 

Next post, sehari di Paris. Mohon doanya biar nggak mager yaaaa, hihi.
Ps. some picts are credited to Sekar :))



Share: