Kamis, 11 Desember 2014

Kota Tua, Once upon a Day..


I've been thinking of this place for so long.. The last time I came here was in 2012 and I feel wanna come back again and again to this historical yet iconic tourism site. It's a very recommended place to be visited by you guys who wants to experience the old time ambiance and taste the mouth-watering foods. Yaah, you can freely choose any Indonesian cuisine that you like with "friendly" price :D

Me, Kak Ghe and Rena really enjoy our trip to this place. One day fuuuull. Even if it was rainy but it didn't lessen our excitement. We took pictures and posed like none care, hihiihi.. totally happy, Alhamdulillah :)

I love Kota Tua with everything it proposes. The building *of course*, the food, the vibe, and atmosphere.. like everything. So, here are some picts that I think I should share you guys :D
I couldn't help myself from taking as many pictures as I wanted. hihi..  So, this is the unconditional happiness last weekend ^^
Hi Mashaaaa.. :D

I feel like being in a scene of old movie.. see the vintage lantern :D

We do enjoy our escape ^^


Hello there :)

Bank Indonesia building, if I not mistaken.. hhe

So in love with this vintage building, I couldn't resist to capture it while walking to catch the bus ^^

How could he seats without any chair?
Twilight ^^
Happiness is when your friend is happy with your hand-capture ^^

Believe me, we didn't spend more than 60k to enjoy this iconic place, including transportation :D
That's why this trip became more interesting. hehe.. Well, all of the picts were taken by Rena's camera but those buildings were captured by me, haha.. I think having a better camera should be on my bucket list in this short future. Thank you, Kota Tua.. I definitely will come back :D


Nesha,
Jakarta 111214 :)

Share:

Senin, 10 November 2014

Graduation and The Story Behind

Guys, here's a latepost of my graduation story..

Alhamdulillah..

Akhirnya bisa mencoret satu dari beberapa resolusi 2014 yang tertempel di sticky note di dinding kamar. Saat menulisnya diawal tahun, saya tak pernah membayangkan bahwa akhirnya resolusi itu bisa tercapai..

Jurusan saya terkenal dengan jurusan yg masuknya susah tapi keluarnya lebih susah lagi. Sejak awak kuliah saya sudah dihantui dengan beberapa kisah horror kalau tamat kuliah 4 tahun itu adalah mustahil. Saya di doktrin dengan paradigma bahwa tamat 4 tahun dengan skripsi adalah miracle :')

Dari saat itu saya tekadkan dalam hati, saya bisa! Ini hanya masalah komitmen dan keyakinan yang kuat bahwa setiap ikhtiar akan berbalas.. Saya percaya, ketika usaha dan doa berjalan beriringan maka semua akan baik..

Jujur, tak mudah saat memutuskan untuk benar-benar berkomitmen mengerjakan skripsi dengan sungguh-sungguh. Selalu ada godaaan untuk mengerjakan hal lain yang terlihat jauh menyenangkan. Tapi ada satu hal yg selalu saya ingat selama berjuang menulis skripsi, hasil terbaik selalu lahir dari usaha terbaik.. Kalau saya malas dan selalu mendunda-nunda, siap-siaplah dengan berbagai resiko terburuk.. Sejak saat itu, saya putuskan untuk mengurangi segala kegiatan lain yang saya rasa akan mengganggu konsentrasi saya dalam menulis skripsi.. Saya tolak beberapa permintaan mengajar, saya izin bolos dari beberapa jadwal latihan EDeC dan believe or not saya habiskan hampir seluruh libur semesteran dan Ramadhan dikampus agar selama libir saya bisa "menguasai" pustaka setiap hari dan bimbingan saya bisa tetap lanjut.. Huuuaa, I can't believe that I passed it all..

Dan dari situ saya lanjut membuat target-target kapan saya harus seminar, penelitian dan kompre. Saya tulis besar-besar didinding berdampingan dengan target-target lain yang juga ingin saya wujudkan secepatnya..

Lalu apakah semua berjalan mulus-mulus saja? BIG NO.
Saya juga mengalami banyak kendala, saya juga mengalamai masa-masa dimana saya tidak bisa bimbingan selama berbulan-bulan, saya juga pernah bosan, saya juga pernah jenuh :')
Namun kembali lagi, saya ingat bahwa orangtua saya dirumah pasti menunggu-nunggu kabar baik kelulusan saya. Dalam diam mereka pasti berharap dan selalu mendoakan agar studi anak gadisnya bisa cepat selesai..

So, if there is someone says "Kamu beruntung bisa lulus 4 tahun, kamu dapat dosen pembimbing yang baik-baik sih", I'll say "Saya berusaha keras untuk ini, saya tidak semata-mata beruntung. I did bloody effort" :)

Beberapa hal yang saya pelajari selama menyelesaikan skripsi ini:
1. Nothing is impossible
2. Effort never lies
3. Be focus, since we won't be able to seat in two chairs in a time (Ifa told me this)


Semangat para Thesis Warrior.. You will when you believe :)









Share:

Kamis, 07 Agustus 2014

Untuk Sahabatku

Sahabatku,
Kupastikan takkan ada yang berubah
Kupastikan kaki kita masih akan sama-sama melangkah mengejar asa yg sama 
Tangan kita masih akan sama-sama mengayun untuk mimpi yg sama
Tawa kita masih sama-sama akan pecah untuk alasan yg sama 
Takkan ada yang berubah

Sahabatku,
Untuk hijab sedikit lebih panjang dr biasanya, lebih lebar dr biasanya
Untuk halaqah yang kuhadiri, untuk artikel yg kubagikan di sosial mediaku
Untuk pandanganku terhadap beberapa hal juga mungkin berubah
Mungkin kau risih, mungkin kau merasa aneh
Mungkin kau fikir aku berlebihan

Namun,
Aku hanya belajar mengikuti apa yg telah Allah atur
Seperti Ia mengatur cara kita sholat
Seperti Ia mengatur cara orang berhaji
Begitupun dengan hijab ini, Allah telah mengaturnya di dalam Al-Quran
Betapa Ia ingin memuliakan kita para wanita
Betapa Ia ingin kita benar-benar terjaga
sampai-sampai cara kita menutup aurat pun Ia atur sedemikian rupa 

Sahabatku,
Inilah aku yg saat ini sedang jatuh cinta
Inilah aku yg saat ini masih terus belajar dan belajar
Aku hanya mencoba menjadi lebih baik dr hari kemarin
Aku hanya ingin mencari ridho-Nya
Ia yang menciptakan aku dan kamu
Ia yang memberikan akal untuk berfikir
Ia yang memberikan hati untuk merasa
Ia yang memberi nafas untuk hidup
Ia yang menurunkan hujan untuk kita minum
Ia yang menumbuhkan buah-buahan untuk kita makan
Ia yang menjadikan langit biru dan awan putih berarak seirama
Ia yang menjadikan gugusan bintang yg indah tuk temani malam
Ia yang mengatur segala yang ada dilangit dan yang ada dibumi
Ia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Sahabatku,
Masih banyak khilafku
Masih banyak salahku
Masih banyak bodohku
Masih banyak munafikku
Maka saling mengingatkan adalah keindahan
Saling menasehati adalah kebahagiaan 

Sahabatku,
Promise you, nothing will change
It's still me you can mess up with
It's still me you can share the laugh with
It's still me you can be silly with
It's still me you can hang out with
Nothing will change
I love you for the sake of Allah and will always do:)

Padang, 8 Agustus 2014
05:42 WIB


Share:

Rabu, 16 April 2014

Bebaskan Pendidikan di Indonesia dari Sekulerisme

Sejatinya malam ini saya memutuskan untuk tidur lebih awal karena kegiatan sehari ini cukup menguras energi. Namun ketika sudah siap-siap untuk tidur, mematikan lampu kamar dan menggantinya dengan lampu tidur, tangan saya rasanya geli pengen ngetik. Ide di kepala saya rasanya memberontak untuk segera dikeluarkan. Saya merasa perlu untuk segera menulis. Takut-takut kalau di tunda lagi nantinya malah lupa.

Jadi gini, kemaren di sebuah seleksi yang diadakan oleh pihak universitas saya menyajikan sebuah karya tulis yang membahas dampak globalisasi terhadap pendidikan. Salah satu dampak yang saya kemukakan adalah adanya paham sekulerisme yang mulai merasuk ke dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini sangat berhubungan denagn topik yang say an teman-teman #IndonesiaTanpaJIL Chapter Padang bahas pada kopdar hari Minggu lalu. Dengan sangat menggebu-gebu saya pun menjelaskan bahwa ketika perkara agama dan perkara dunia benar-benar di pisah maka akan berbahaya.  Alasan dari diikutinya paham sekuler ini adalah untuk memaksimalkan masing-masingnya dengan mendikotomi sekolah umum dan sekolah agama.   Ya, mungkin saja kebijakan ini akan mengahasilkan beberapa ilmuan handal namun mereka tidak paham agama, mereka tak tahu norma. Di lain sisi, bisa jadi kebijakan ini akan melahirkan para individu yang faham agama namun mereka gagap teknologi. Disini saya tidak bermaksud menjeneralisasikan, akan tetapi tak bisa dipungkiri bahwa fenomena ini memang kerap kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah salah satu bentuk nyata dari dampak sekulerisme yang digiring oleh kencangnya arus globalisasi ke dalam dunia pendidkan saat ini.

Nah, yang namanya presentasi (red: ujian) karya tulis pasti akan ada penguji toh? Para penguji inilah yang nantinya akan “mempertanyakan” tulisan saya. Dalam hal ini saya diuji oleh empat orang penguji dengan satu pertanyaan (panjang) dari masing-masing penguji. Alhamdulillah satu per satu pertanyaan bisa saya jawab dengan lancar hingga akhirnya sampailah saya pada sebuah pertanyaan yang bikin saya gregetan. Pertanyaan yang bikin saya pengen garuk-garuk tembok saking gregetannya. Pertanyaan yang sering saya dengar diluar saat “guyon” masalah sekulerisme dan pertanyaan yang sama dengan yang ditanyakan oleh dosen penguji di sesi presentasi Bahasa Inggris di ruangan sebelumnya. Tapi tetap saja ketika pertanyaan ini muncul saya selalu meras belum bisa menjawabnya dengan sempurna. Pertanyaannya adalah:

Saudara Nesha, seperti yang kita ketahui bahwa paham sekulerisme yang dianut oleh negara-negara barat bahkan membuat negara mereka menjadi semakin maju. Ditanya masalah moral, mereka pun terlihat jauh lebih bermoral dan lebih toleran dibanding kita orang Indonesia yang beragama ini. Mereka mau menjaga kebersihan tempat-tempat umum, mereka segan kalau merokok ditempat umum, dsb. Bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut..?

Tuinggg.. Yap, saya  ditanya ginian lagi. Ini common sense sih tapi tetap aja susah ngejelasinnya. Paling tidak saya butuh sedikit waktu untuk berfikir dan merangkai kata agar jawaban saya bisa “ngena”. Agar maksud saya untuk menyatakan bahwa Indonesia tak harus ikut-ikutan sekuler untuk bisa terlihat sejajar dengan negara barat bisa tersampaikan dengan baik.

Maka jawaban saya untuk pertanyaan di atas adalah:

Iya, mereka maju dalam hal teknologi dan inovasi lainnya namun yakinlah mereka belum benar-benar maju dalam hal pemikiran. Fikiran mereka cenderung sempit, hati mereka baku, mereka mati rasa. Ada kalanya juga mereka tak mampu lagi berfikir jernih dalam keadaan terdesak karena koneksi vertikal mereka dengan Sang Pemilik ilmu pengetahuan tersebut sudah mereka putus dari awal. Mereka meninggalkan Tuhannya begitu saja. Kita sebagai negara yang menjunjung tinggi Pancasila sebagai pilar negara tentu tak bisa seperti itu. Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebuah pengakuan mendasar agar  kita selalu melibatkan Agama dan Allah dalam setiap kegiatan kita. Termasuk dalam hal menuntut ilmu tentunya. Untuk pertanyaan moral dan toleransi saya cuma manut-manut aja. Karna waktunya habis dan saya juga bingung mau ngejawab dari mana. Poor me..

Itu adalah jawaban saya di sesi Bahasa Inggris.. nyesek rasanya karena cuma bisa jawab sedangkal itu saja. Sesempainya diluar rungan saya langsung nelfon Kak nurul, kakak keren saya di dunia nyata dan dunia maya, saya “ngadu” dan nanya nanti kalo di sesi kedua saya ditanya masalah itu lagi saya harus jawab apa?
Dan ini jawaban saya di sesi kedua, setelah mendapatkan “suntikan” ilmu dari Kak Nu.. :’)

Mereka tidak benar-benar maju, Pak. *Gak tau kenapa tiba-tiba berani nge-claim gitu aja*Dan iya mereka memiliki rasa toleransi yang tinggi tapi apakah benar-benar begitu adanya? Sebatas manakah toleransi mereka? Saat saudara-saudara kita di Syria di bombardir dengan senjata pemusnah masal mereka kemana? Saat legitimasi warga Mesir di khianati mereka kemana, Pak? Katanya masyarakat modern yang toleran dan menjunjung tinggi demokrasi tapi kok diam-diam saja? *Saya mulai emoseeeehh*  Ketika orangtua mereka menua maka dengan mudahnya saja mereka menitipkan orangtua mereka di panti jompo.. Itu artinya apa?  Pada intinya, saya tetap menolak sekulerisme di tatanan Pendidikan di Indonesia. Agama dan pengetahuan umum harus berajalan beriringan. Keduanya harus saling melengkapi. Orang yang punya kemampuan lebih dalam bidang teknologi dan logika berhitung akan mudah saja mengaplikasikan ilmunya untuk meng-hack rekening-rekening besar atau menyadap beberapa data penting karena mereka tidak punya koridor agama yang akan mengontrol mereka. Banyak orang-orang pintar di Jepang yang pada akhirnya mengakhiri hidup mereka dengan harakiri karena mereka tidak punya agama. Mereka tidak punya “tempat kembali” ketika ada masalah. Mereka tidak punya “tempat mengadu” untuk meluapkan rasa. It’s so pathetic..

Pada akhirnya, saya menyadari bahwa seharusnya saya bisa menjawabnya secara lebih kompleks lagi. Saya merasa perlu untuk belajar lebih lagi tentang hal ini. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan selalu kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Jika tak pandai-pandai menjawab maka pada akhirnya masyarakat akan meng-amin-kan bahwa tak ada masalah dengan sekulerisme. Lebih parah lagi jika dengan jawaban kita yang  tidak begitu meyakinkan maka masyarakat akan berpendapat bahwa sekulerisme itu bagus dan patut ditiru. Naudzubillah..

So that, I bravely say that I against secularism and will always do. Pendidkan di Indonesia harus diselamatkan dari Sekulerisme. Dan yang akan menyelamatkan itu adalah kita, anak muda.  Saya merasa beruntung bisa menjadi bagian dari #IndonesiaTanpaJIL Chapter Padang (meski belum aktif-aktif banget :3) dan semoga bisa terus belajar dengan teman-teman keren disana. Yuk sama-sama belajar dan lakukan sesuatu untuk negara dan agama kita. Mulai dari yang sederhana dulu, misalnya kayak gabung di #ITJ gitu, *hhee tetep promosi*. Karena kalau bukan kita, siapa lagi? :D


Rabu, 16 April 2014
23:59 WIB
#IndonesiaTanpaJIL




Share:

Senin, 17 Februari 2014

Janjiku Pada Bosphorus

Ini adalah cerita cinta yang berawal dari pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) yang saya pelajari saat duduk di bangku Tsanawiyah beberapa tahun yang lalu. Kisah tentang pesatnya penyebaran Agama Islam di Turki, takluknya Konstantinopel oleh sosok pemuda hebat yang sekarang sangat aku kagumi #eciiieee, dan tentang keindahan Kota Istanbul yang mampu mencuri hati siapa saja yang berkunjung kesana. Kala itu, hanya itu yang ku ketahui soal Turki. Ya, saat itu cintaku masih dangka. Dan kini, cinta yang dangkal itu bersemi kembali.. namun dengan rasa yang tak sama seperti dulu. I fall deeper and deeper to Istanbul :')

Ceritanya di awal perkuliahan ketika saya iseng mengikuti seleksi sebuah program pertukaran pemuda yang diadakan oleh kampus tetangga, ketika aku ditanya negara apa yang ingin aku kunjungi maka tak tahu kenapa dengan tegas aku menjawab "Turki.."

Disana saya menyadari bahwa ternyata cinta itu belum hilang, ia masih ada..

Setahun kemudian, Allah memberi saya kesempatan untuk berkunjung ke Negri Jiran. Ketika berjalan-jalan menyusuri sisi kota, saya dan travelling mates memutuskan untuk melaksanakan sholat dzuhur di sebuah Mushalla kecil di rooftop sebuah gedung. Disana kami bertemu dengan dua orang mahasiswa cantik, bertubuh tinggi, bergamis dan berhidung mancung. Dan ternyara para perempuan cantik dan ramah itu adalah gadis-gadis Turki :) Maka disitu aku mendapatkan satu kesan baik lagi tentang Turki..

Rasa ini menjadi semakin dalam ketika saya menonton film 99 Cahaya di Langit Eropa dimana disana hadir sosok Fatma, perempuan Indonesia keturunan Turki. Ia sosok Ibu cerdas, penyayang, sabar, pintar dan pastinya tau banyak soal peradaban Islam di Turki. Di film ini cerita tentang kejayaan Islam kembali dibahas. Sepenggal kisah tentang Istanbul, Blue Mosque, dan Hagia Sophia yang sekilas diceritakan itu semakin mencuri perhatian saya dan membuat rasa kagum itu semakin menjadi-jadi.

I have loved this place before I see it :)

Inside Blue Mosque

Lalu ini dia cerita tentang pemuda tampan yang saya ceritakan diawal tadi. Cerita ini diceritakan oleh Yola, sahabat kece saya yang sedang 'mudik' dari kuliahnya di Mesir :) Namanya Sultan Muhammad Al Fatih. Beliau masih berumur 21 tahun saat menjadi pimpinan perang dan berhasil menaklukkan Konstatinopel. Ia jugalah yang mengganti nama Konstatinopel menjadi Islambul (Islam Keseluruhannya) dan kemudian di ubah lagi oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi kota yang kita kenal sebagai Istanbul saat ini. 


Ola menceritakan dengan menggebu-gebu bahwasanya Al-Fatih itu adalah sosok pemuda saleh yang sholat wajib, rawatib dan tahjjudnya tak pernah tinggal semenjak ia akhil baligh. MasyaAllah..

Muhammad Al-Fatih :)

Kemudian, Kak Nurul baru-baru ini mengenalkan saya pada sosok Fathullah Gullen. Penulis hebat yang menjelaskan Islam dan eksistensi Allah dengan logika. Naluri ke-debater-an saya terpancing ketika mengetahui hal ini, namun sampai saat ini si "baby thesis" sepertinya masih enggan untuk mengizinkan saya membaca bahan baacan yang agak berat. Takut tidak fokus katanya *alesaaan* Oh ya, dulu Enning juga telah memperkenalkan saya dengan buku ini namun sepertinya "marketing" Kak Nurul lebih membuat saya terpukau, hhee... Peace Ning! ^^

Satu hal lagi tentang Turki yang tak boleh dilewatkan. Jujur, ini yang membuat saya semakin jatuh hati pada Turki, Selat Bosphorus. Selat yang memungkinkan jika seseorang ingin menikmati sarapannya di Asia lalu makan malamnya di Eropa. Selat ini menghubungkan Asia dan Eropa dengan satu jembatan yang megah. Lampu-lampu jalan membuat selat dan jembatan ini terlihat semakin romantis di malam hari. Menurut saya, Bosphorus tak kalah romantis dengan Eiffel.

The beautiful Bosphorus at night

Ya, makin sempurnalah Turki di mata saya. Namun tatap, Mekah dan Madinah tentu tetap jauh lebih saya rindukan dari tempat mana pun di dunia ini. Semoga kelak Allah izinkan saya menginjakkan kaki di tiga tempat tersebut. Semoga Allah mudahkan ikhtiar saya, dan kalian semua dengan impian yg sama seperti saya, untuk menebus janji kepada si cantik Bosphorus :)

-Padang, 18 Februari 2014-

  

Share: