Kamis, 29 Desember 2016

Berislam di Inggris

Ketika mendengar kata Islam dan Inggris mungkin yang pertama kali terlintas di benak kita adalah Islamophobia, rasisme, susahnya beribadah, susahnya mendapat makanan halal dan hal-hal lain yang menyulitkan kita sebagai seorang Muslim. Namun hal tersebut tidak benar adanya. Pendapat ini bisa saja tidak objektif karena saya hanya tinggal di Inggris selama setahun dan hanya di kota Leeds saja. Meski pernah mengunjungi kota-kota lain selain Leeds, tetapi saya tidak berdomisili disana. Namun paling tidak, inilah yang saya rasakan selama tsetahun di Inggris. Suasana Islam di Inggris juga terasa jauh lebih kental dibandingkan dengan beberapa negara-negara lain di Eropa yang pernah saya kunjungi. Sekali lagi ini hanya pendapat personal saya ya, orang lain bisa saja berfikiran berbeda, hehe..



Hal ini jugalah yang akhirnya membuat saya jatuh cinta dengan Inggris. Selain alasan akademis, hal lain yang akhirnya membuat saya mantap memilih Inggris (eaaaa) adalah harmonisnya kehidupan Muslim disana. Muslim sudah lama menjadi bagian dari kehidupan orang Inggris. Keberadaan Islam di Inggris dibawa oleh imigran Muslim dari India, Bangladesh dan Pakistan semenjak abad ke 18 lalu. Selain itu, cahaya Islam juga di perkenalkan oleh pedagang, pengusaha dan cendekiawan Timur Tengah ke negeri Ratu Elizabeth itu. Hidup berdampingan selama beratus-ratus tahun lamanya, mungkin hal inilah yang membuat orang Inggris tak asing lagi dengan Islam. Berdasarkan laporan dari telegraph.co.uk, The Pew Forum on Religion and Public Life memperkirakan bahwa hingga saat ini ada sekitar 2.869.000 muslim di Inggris atau 4,6 persen dari total populasi. Meski angka ini masih jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah Muslim di Indonesia, namun percayalah bahwa di Inggris kita akan sangat mudah menemui Muslim berjenggot tebal di taman-taman. Kita juga akan sangat mudah bertemu Muslimah-Muslimah bercadar di pusat perbelanjaan. Jadi kata pertama yang terlintas di benak saya di hari-hari pertama menjalani kehidupan di Inggris adalah ... "Masha Allah, negara ini gemeesssh sekali.." Eh, nggak ding, waktu itu kata-kata "gemessh" belum booming kayaknya 😂

Intinya saya kagum sekali dengan keberagaman orang-orang Inggris dan bagaimana mereka menerima Muslim dengan sangat baik disana. Lalu bagaimana dengan hal-hal praktikal seperti tempat ibadah, makanan halal, waktu sholat dan lain sebagainya. Yuk kita bahas satu-satu.

1. Tempat Ibadah
Beberapa teman di Indonesia sempat terkejut saat saya menceritakan bahwa kita juga dapa menemui Masjid-Masjid besar di Inggris. Di Leeds, misalnya, terdapat tiga Masjid besar di kota itu. Salah satu Masjid yang paling dekat dari tempat tinggal saya adalah Leeds Grand Mosque. Masjid ini selalu ramai saat waktu sholat tiba. Selain sebagai temat ibadah, ia juga menjadi pusat kajian Islam. Di sore hari, sering diadakan kegiatan pengajian, talkshow keislaman, belajar Al-Qur'an, kegiatan amal, dan lain sebagainya. Canggihnya, semua kegiatan Masjid bisa di aksis di webiste Masjidnya. Masjid disini benar-benar tersas hidup. 


Copyright www.leedsgrandmosque.com

Copyright www.bilalmasjid.org.uk

Tak jarang Masjid-Masjid disini dikunjungi oleh warga lain yang beraga Non-Muslim. Mereka biasanya datang bersama institusi tempat mereka bekerja. Beberapa juga datang dengan inisiatif sendiri, mungkin ia ingin mengenal Islam lebih dekat. Pernah suatu hari saat sholat tarawih Ramadhan lalu, seorang bule blonde datang ke Masjid bersama seorng temannya yang Muslim. Ia terlihat ikut memakai penutup kepala. Agaknya itu syal musim dingin yang ia jadikan selendang. Selama jamaah sholat, ia duduk memperhatikan dari belakang. Setelah sholat selesai, ia kembali bergabung dengan jamaah lain dan terlihat mengobrol bersama. Semoga Allah sampaikan cahaya hidayah itu ke hatinya :')

Di Inggris juga ada hari dimana Masjid sengaja dibuka untuk umum. Nama acaranya adalah #VisitMyMosque. Selain untuk syiar, acara ini dibuat untuk untuk menjawab secara langsung persepsi negatif tentang Muslim dan Islam. Tak hanya itu, sekolah-sekolah biasanya juga mengadakan kunjungan ke tempat-tempat ibadah umat beragama di Inggris, termasuk juga Masjid. Dan pengurus Masjid akan sangat senang sekali bercerita saat teman-teman kecil ini datang berkunjung. Sifat terbuka masyarakat Muslim Inggris inilah yang kiranya membuat Islam tumbuh sangat pesat di negeri ini 😊

Selain Masjid-Masjid besar di kota, tempat ibadah juga bisa ditemukan di kampus. Di kampus saya misalnya, ada mushalla kecil bernama Green Room. Letaknya tak jauh  dari kelas belajar. Jadi ketika ada break kuliah, para mahasiswa Muslim bisa sholat disana. Selain itu, beberapa perpustakaan kampus juga menyediakan praying room. Jadi tak usah khawatir mencari tempat sholat di kampus. 


Copyright (Islamic Society Website)
Akan tetapi, saat berkunjung ke kota lain yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya, kadang kita akan terkendala dalam mencari tempat ibadah ini. Selain tempatnya yang asing, kalaupun ada, kadang jaraknya sangat jauh dari pusat kota. Disaaat-saat clueless seperti inilah kita harus memutar otak mencari tempat sholat. Jika sedang berada di museum atau art gallery, jangan segan untuk bertanya kepada petugas disana. Tak jarang mereka membukakan sebuah ruangan khusus dan mengizinkan kita untuk sholat disana. Bahkan seorang teman pernah dibukakan sebuah kamar hotel kosong khusus untuk mereka sholat disana. Di beberapa tempat seperti bandara dan mall juga sering disediakan "quiet room atau multifaith room" yang bisa digunakan oleh semua umat beragam untuk beribadah. Trinity Leeds, sebuah mall besar di Kota Leeds, juga memilikinya. Tetapi kebanyakn yang beribdaha disini adalah umat Muslim.

Quiet room di Trinity Mall Leeds

Namun demikan, tak jarang kita harus sholat di taman-taman terbuka, di atas bebatuan (jika sedang hiking misalnya), atau didalam bus/kerata jika sedang dalam perjalanan. Inilah salah satu tantangan menjadi minoritas. Ruang ibadah tak sebanyak jika kita berada di negara yang jumlah Muslimnya adalah mayoritas. Namun disitulah kecintaan kita pada-Nya diuji. Mampukan kita tetap mematuhi perintah-Nya saat sholat lima waktu menjadi sesuatu yang harus sangat "diupayakan''? :)

Sholat di taman :)


2. Makanan Halal
Sebagai negara dengan jumlah Muslim yang tidak sedikit, tentu tak begitu sulit untuk mencari makanan halal di kota ini. Misalnya, di depan University of Leeds, berjejer banyak sekali restoran halal yang dijual oleh babang-babang Pakistan, India atau Arab. Harganya pun cenderung lebih murah dibanding restoran-restoran British. Salah satu favorit saya adalah peri-peri grilled chicken di restoran Charcos ini. Letaknya persis di depan Parkinson building, iconnya University of Leeds. Salad disini juga enak dan segar sekali. Ya Allah ini nulisnya sambil ngileeer ðŸ˜‚
Ohya, jika sedang bepergian ke kota lain, kita tinggal search "Halal restaurant" di google dan nanti akan keluar banyak pilihan disana. 



Charcos restaurant
Jika ingin memasak sendiri, kita juga bisa dengan mudah menemukan halal butcher di supermarket atau toko babang-babang Arab (all hail to babang Arab, mereka banyak sekali jasanya 😂). Di Supermarket Morrisons di Leeds, misalnya, pojok halal butcher ini bisa dengan mudah ditemukan di antara rak bahan mentah lainnya. Label halalnya pun langsung dikeluarkan badan sertifikasi yang resmi seperti oleh Halal Food Authority.

Bagaimana dengan jajanan sehari-hari seperti makanan kemasan? Sebagai negara yang sangat peduli dengan kepuasan (dan keselamatn konsumen), semua produk makanan di Inggris dilengkapi dengan ingredients. Disana kita bisa melihat apa saja yang terkandung dalam makanan tersebut. Selain itu, kita juga bisa mengecek label vegetariannya. Jika ditemukan label "suitable for vegetarian", kemungkinan besar makanan itu aman (aman dari minyak atau gelatin babi). Namun, kita tetap harus berhati-hati. Coba cek juga apakah ada kandungan alkohol didalamnya. Teringat dulu saya sudah ingin sekali beli cheese cake, ada vegetarian checknya eh tetapi ternyata ada alkoholnya juga. Penonton kecewa.. 😅⁠⁠⁠⁠

Jika makan di restaurant, untuk menu ayam atau daging, kita bisa menanyakan apakah dagingnya halal atau tidak. Kemudian kita juga bisa minta tolong pelayan untuk mengecek bahan pembuat makanan tersebut. Ingat dulu saya pernah ingin beli sushi, terus ragu ada kandungan alkoholnya (anak parnoan, hihi). Pelayanannya dengan sigap mencari buku resep dan mengecek apakah ada campuran alkokhal di nasi sushi tersebut. Karena tidak yakin mengecek sendiri, ia pun menanyakan managernya untuk meyakinkan. Dia benar-benar ingin memastikan bahwa makanan tersebut bebes alkohol (saya terharuuu..)

Jangan takut untuk menanyakan hal-hal seperti ini saat makan di restoran di Inggris, mereka selalu siap sedia buku resep di lemari mereke. Jadi jangan sungkan-sungkan. ðŸ˜ƒ


3. Kehidupan Sehari-hari
Alhamdulillah selama setahun di Inggris saya tidak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak menyenagkan hanya karena saya seorang Muslimah dan berhijab. Apalagi hijabnya segede taplak meja gini 😆  Mereka sangat menghargai identitas kita sebagai Muslim. Sebagian besar malah bertanya tentang apa itu Islam, kenapa harus sholat, dan kenapa kita harus puasa. Disinilah kesempatan kita untuk memperkenalkan Islam lebih luas. This is our chance to be the agent of Muslim. Di dalam kelas pun tidak ada perlakuan yang berbeda. Mereka tidak melihat hijab kita, namun melihat apa yang ada dibalik hijab kita.. :) Meski ada beberapa hal yang kurang mengenakkan, apalagi kalau lagi ada kejadian seperti saat bom Paris, memang kondisi akan menjadi sedikti tegang. Namun hal ini biasanya tidak berlangsung lama. 

Lalu bagaiman hubungan kita dengan Muslim dari negara lain? Mungkin karena sama-sama minoritas, hungan sesama Muslim sangat akrab disini. Jika beretemu di jalanan, bisanya kami saling membagi senyum dan mengucap salam. Ukhuwah itu benar-benar terasa disana. Pada saat Ramahdan pun, Masjid di Inggris selalu rami dipenuhi Muslim dari berbagai negara. Mulai dari berbagi ta'jil sampai sholat tarawih bersama. Semakin ke penghujung Ramadhan, malah semakin rame. Bahkan saya pernah melihat jamaahnya membludak sampai keluar Masid. Padahal waktu itu summer. Sholat Isya baru dimulai pukul 10.30 malam dan berakgir pukul 12 malam. Tapi orang-orang sangat semangat sholat ke Masjid. Masha Allah, haru sekali melihatnya 😭

Jadi kesimpulannya, bagi teman-teman yang punya mimpi untuk ke Inggris, jangan takut. InsyaAllah Inggris adalah negara yang ramah Muslim. Jikapun ada kendala yang akan dihadapi, semoga hal tersebut membuat kita semakin dekat dengan-Nya dan semakin bersyukur akan segala kemudahan-kemudah yang selama ini telah Ia berikan kepada kita. InsyaAllah ketika Allah beri kita rezeki untuk belajar atau tinggal di sebuah tempat, meski Muslim menjadi minoritas, berarti Allah yakin bahwa kita sanggup untuk menjalaninya. 

"Allah does not burden a soul beyond that it can bear.." - QS. Al-Baqara: 286

Semangat! 😇
Share:

Rabu, 21 Desember 2016

Even If #1

Pagi itu Lana dibuat jatuh cinta lagi untuk yang kesekian kalinya. Lagi dan lagi untuk hal yang sama. Matanya tak berkedip sedikit pun ketika menyaksikan bongkahan-bongkahan putih itu kembali turun. Bulir-bulir salju terlihat turun meliuk-liuk hingga jatuh menyentuh tanah. Musim gugur baru saja usai. Dari kejauhan terlihat pemandangan ranting-ranting pohon tak berdaun. Di sisi jalan terlihat masih banyak daun-daun kuning kecoklatan yang berserakan. Musim gugur seperti enggan untuk benar-benar pergi dari para pengagumnya. Ya, Lana loves autumn but she loves winter more.

Entah sudah berapa kali salju turun di musim dingin kali ini, namun bahagia yang dirasakannya tak berubah. Kagumnya masih sama. Perlahan ia mendekat ke arah jendela dengan secangkir teh hangat di tangannya. Kedua telapak tangannya sesekali melingkari sisi cangkir, mencoba mentransfer hangatnya teh twinnings yang diseduhnya ke sela-sela jemarinya. Ia diam dan kehabisan kata. "Ya Allah, indah sekali", gumamnya dalam hati. Lalu kembali hanyut dalam diam. 



Hari ini Lana harus berangkat ke Conwy, sebuah kota kecil di pantai utara Wales, untuk survey data collection-nya di sebuah sekolah di sana. Conwy terkenal dengan penduduknya yang ramah. Ukuran rumah-rumah disana relatif lebih mungil dibanding rumah-rumah di kota besar. Kota ini dikelilingi oleh bukit. Namun, jika berjalan sedikit ke arah utara, dengan mudah kita akan bertemu dengan pantai. Wales juga terkenal dengan castle-castlenya yang unik. Mungkin nenek moyang pangeran Charles dulu tinggal disana sebelum hijrah ke Windsor castle di London. Castle-castle tua itu sekarang terbuka untuk umum. Dari atas castle orang-orang bisa melihat pemandangan Conwy yang indah. Sesekali akan terlihat kereta api berjalan membelah perbukitan. Conwy benar-benar terlihat seperti negeri dongeng. Suasananya tenang, kotanyanya bersih. Hal inilah yang membuat Lana selalu ingin balik ke Conwy.

Entah kenapa ia sangat tertarik dengan kehidupan masyarakat di kota kecil, terlebih kehidupan sosial anak-anaknya. Ia percaya bahwa selalu ada hal menarik yang bisa ditemukan tentang kehidupan di kota kecil, hal yang takkan pernah  ditemui di kota-kota metropolitan seperti Manchester atau London. Selain itu, jika kehidupan kota besar terbilang cukup dinamik karena penduduknya yang multikultural, kota-kota kecil di Inggris masih dihuni oleh penduduk lokal. Menurutnya, hal ini juga sangat menarik untuk dipelajari.

***

Penunjuk arah google map memprediksi bahwa butuh waktu sekitar empat jam untuk Lana bisa sampai ke Conwy. Namun waktu tersebut adalah estimimasi normal, diluar perhitungan macet dan perubahan waktu jika kecepatan bus harus diturunkan akibat jalanan yang bersalju. Dilihatnya waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun bulir-bulir salju di luar sana terlihat tak ingin berhenti turun. Sebaliknya, gumpalan gulali putih itu justru terlihat semakin tebal. Atap-atap rumah sekarang terlihat seperti cookies yang ditaburi tepung gula putih diatasnya. Matahari juga tampak enggan menampakkan dirinya. Ia seolah ingin memberi ruang untuk orang-orang semakin larut dalam suasana winter yang dingin dan sendu itu. 

"Kalau di Indo terang kayak gini tuh kayak masih jam enam pagi ya, Lan", sapa Syila mengangetkan Lana. 
"Eh, iya Syi. Masih sendu banget ya langitnya, jadi mager mau jalan keluar", jawab Lana tersenyum.
"Yakin tetap mau berangkat ke Conwy, Lan? Tebel banget loh saljunya" 
"Iya, gak papa kok.." balas Lana.
"Beneraan..? heater Megabus suka gak nyala lo. Bisa beku nanti di jalan", goda Syila.

Lana sontak terbahak.

"Hahaha kesel. Disini kita kudu jadi cewek harus setrong, Syi. Gampang, ntar tinggal bawa coat tebel sama gloves lah.."

Syila pun ikut tertawa. Ya, mereka sudah faham betul dengan segala kemungkinan yang terjadi jika menumpangi bus hemat biaya kecintaan rakyat muda Britania itu.

"Biasanya kalau cuaca lagi kayak gini busnya suka reschedule, belum lagi kamu harus transfer di Chester. Bisa-bisa nyampe Conwynya malem, Lan. Yakin aman?", ucap Syila kembali memastikan.

"Insya Allah gak papa.. Ntar nyampe bus stationnya aku tinggal nguber terus langsung ke hostel. Tenang aja Bu Syila Aisya Ahmad.." jawab Lana sambil tersenyum.

***

Seperti biasa, Lana memilih duduk di window seat dalam perjalanannya menuju Wales kali ini. Ia semakin menikmati perjalanan ketika deretan lagu-lagu Tulus mulai mengalun indah dari balik earphone kesayangannya, beats berwarna rose gold pemberian syila saat ulang tahunnya dua bulan yang lalu. Syila really knows her best!

Benar saja, selama perjalanan heater busnya sering kali tidak bekerja. Beberapa kali Lana melawan dingin dengan membetulkan letak syal coklat muda yang melingkar di lehernya. Namun, rasa dingin yang sering kali menyeruak itu tak membuat Lana berhenti berdecak kagum atas apa yang Allah sudah suguhkan di depan matanya sepanjang perjalanan. Ia benar-benar sangat menikmati perjalanannya kali ini. Ia cinta salju dan cintanya selalu sama seperti saat pertama kali bertemu.

"We will shortly be arriving at Chester .....", suara driver terdengar sayup-sayup memberi aba-aba kepada penumpang. Tak lebih dari tiga menit setelah itu bus sampai di Chester. Lana harus turun dan menunggu empat puluh menit sampai bus melanjutkan perjalanan ke Conwy. Di bus station ia mencari praying room dan beristirahat sejanak disana. Selesai sholat, ia menelfon Syila dan memberi tahu bahwa ia sudah sampai di Chester. 

"Syi, Alhamdulillah aku udah nyampe Chester nih. Bentar lagi lanjut ke Conwy. Nanti aku kabarin lagi yaa. Hati-hati dirumah.."

Lalu tiba-tiba..

"Hi, orang Indonesia juga yaaa?", sapa seseorang dari arah belakang.
Lana menolah ke arah suara dan mendapati seorang laki-laki berdiri dibelakangnya.
"Eh, hi, iyaa.. dari Indonesia..", jawabnya sedikit terbata.
"Sekolah disini?" tanya laki-laki itu.
"Iyaaa, lagi ambil master.."

"Alana..", ucapnya sambil menyodorkan tangan kanannya.

Seketika lelaki itu membalas dengan mengatupkan kedua telapak tangan di dadanya.

"Zidan.."

"Oh, maaf..", respon Lana sambil buru-buru menarik tangannya kembali.

"That's okey..." balas Zidan ramah. 

Bersambung...


Share:

Kamis, 10 November 2016

Bahagianya Memperjuangkan Mimpi (Part.1)

Kata orang, beasiswa luar negeri itu milik dua kategori orang. Kategori pertama yaitu mereka yang “pinter banget” dan yang kedua yaitu mereka yang “pengen banget”. Dan saya sadar bahwa sepertinya saya adalah orang-orang di kategori ke dua ini, hihi. Keinginan untuk melanjutkan studi di negeri Ratu Elizabeth itu telah ada semenjak saya berada di semester enam bangku perkuliahan sarjana. Ya, jauh sebelum saya tahu kapan saya akan menyelesaikan studi sarjana. Keinginan itu benar-benar terasa seperti mesin pemacu yang membuat saya semakin semangat untuk menjalani perkuliahan.

Hasil terbaik hanya lahir dari usaha terbaik. Keyakinan itulah yang selalu saya pegang selama menjalani proses mengejar mimpi ini.  Dari awal semester enam itu saya sudah mulai mencari informasi kampus dan jurusan dengan browsing di mesin pencari informasi super canggih, Google. Semua informasi yang dibutuhkan bisa dengan mudah di dapatkan di website kampus. Hal selanjutnya yang saya lakukan adalah "pedekate" dengan pihak admisi kampus yang ingin saya tuju. Ini sebenarnya modus, hehee. Niat utama saya mengirimkan email kepada mereka sebenarnya hanya ingin merasakan langsung bagaimana rasanya email-emailan dengan kampus luar negeri. Dan tahukah, ketika mendapat balasan langsung dari kampus dengan alamat atau logo kampus di bagian akhir emailnya, rasanya luar biasa. Rasanya lebih excited daripada menerima surat cinta apapun (emang pernah? wkwk). Setiap email yang dibalas selalu saya capture dan saya lihat berulang-ulang. Rasanya excited setiap kali melihat kalau emailnya dikirim langsung dari Inggris, dibalas oleh orang Inggris. Paling tidak nama saya pernah di ketik di Inggris sana :')) Alasannya sederhana, agar mimpi itu tetap hidup. Agar Inggris itu terasa semakin dekat.



Berikut adalah beberapa email yang saya kirimkan ke beberapa kampus yang ada di UK. Semua informasi ini sebenarnya sudah ada di website, tetapi tetap saja saya tanyakan. Namanya juga modus, heheh. 

University of Glasgow


Newcastle University



Email yg tadinya dikirm ke Leeds, di copast lalu di kirim ke York. Dan nama kampusnya lupa di edit, hahahha >.<


University of Leeds yang akhirnya berjodoh dengan saya :')

Selain mencari tau informasi melalui website dan email, saya juga menjaga mimpi itu dengan menonton video kampus-kampus tersebut di youtube dan "pedekate" dengan mahasiswa Indonesia yang sudah terlebih dahulu bersekolah disana. Namun ingat, biasakan untuk membaca dulu sebelum bertanya. Tanyakanlah hal yang sifatnya subjektif saja, hal yang memang butuh pendapat orang lain untuk menjawabnya. Misal, kehidupan akademis disana bagaimana? Suasana belajar disana bagaimana? Usahakan untuk tidak membuat kakak-kakaknya gregetan menanyakan hal-hal yang jawabannya sudah pasti bisa ditemukan di website, hihi. Seperti syarat dokumennya apa saja? Butuh IETLS atau tidak? Deadline pendaftarannya kapan? Semua jawabannya ada di website kampus. Perlihatkan kalau kita benar-benar niat dengan research terlebih dahulu sebelum bertanya. Kalau mau tanya ke admission tak apa, karena memang tugas mereka untuk menjelaskan hal-hal tersebut, heheh..

Setelah selesai dengan pengumpulan informasi, hal selanjutnya yang lakukan adalah mempersiapkan syarat bahasa berupa IELTS. Part ini tak kalah dramanya. Di sela-sela pengerjaan skripsi, saya dan teman-teman membuat kelompok belajar IELTS bersama. Meskipun kami kuliah di jurusan Bahasa Inggris, namun tidak ada jaminan bahwa skor IELTS kami pasti bagus. Tetap butuh waktu agar kami kami terbiasa dengan bentuk soal-soalnya dan tau strategi menyelesaikannya dengan waktu yang sangat terbatas itu. Kelompok belajar yang tadinya ramai, karena kesibukan yang berbeda-beda, perlahan mundur satu-satu hingga akhirnya saya sendiri yang tertinggal. Jujur, berat rasanya ketika harus berjuang sendiri. Terlebih saat itu studi ke luar negeri belum terlalu populer di tempat saya. Sebagian orang bahkan melihat apa yang saya lakukan itu adalah hal yang sangat muluk-muluk. Kuliah ke luar negeri itu bagai punguk merindukan bulan. Namun perjuangan sudah setengah jalan dan bagi saya, pantang meninggalkan sesuatu yang sudah di mulai itu terbengkalai begitu saja. Saya juga berusaha menguat-nguatkan hati agar tak terlalu terpengaruh dengan komentar orang. Saya yakin bahwa itu semua adalah bumbu-bumbu ujian dari Allah agar jalan ikhtiar ini terasa semakin nikmat ^_^

Beberapa bulan mempersiapkan IELTS, saya mulai mencoba mengirimkan aplikasi pendaftaran melalu portal pendaftaran online yang ada di website kampus. Jadi tahapan awalnya kita membuat akun dulu, sama dengan membuat akun facebook atau sosmed lainnya. Laman berikut ini bisa ditemui di website resmi Uni of Leeds atau dengan mengetik keywords "Apply University of Leeds" di Google. 
Contoh portal pendaftaran di University of Leeds

Setelah membuat akun, kita akan menerima email konfirmasi dari pihak admisinya. Kemudian, langkah selanjutnya adalah mengisi form biodata dan meng-upload dokumen yang dibutuhkan secara online seperti ijazah dan transkrip nilai yang sudah di terjemahkan, surat rekomendasi dan personal statement/motivation letter Proses pengisian aplikasi ini bersifat fleksibel, jadi akun bisa di log out kemudian log in kapan pun kita mau. Proses pengisian aplikasinya bisa bertahap. Ohya, rata-rata aplikasi kampus di Inggris bebas biaya administrasi. Jadi kalau kita ingin mendaftar di lebih dari saatu kampus pun tak masalah, hehe. Hal lain yang membuat pendftaran kampus-kampus di UK menarik adalah waktu pendaftarannya yang sangat fleksibel. Jadi kita bisa mengirimkan aplikasi sepanjang tahun, biasanya sampai dua bulan sebelum intake (yang rata-rata bulan September). Proses pendaftaran ini juga bisa dilakukan tanpa mengantongi sertifikat IELTS terlebih dahulu. Biasanya, jika kita mendaftar tanpa sertifikat IELTS, surat tanda terima yang kita terima berupa Conditional Letter of Acceptence (bersyarat). Ini akan berubah menjadi Unconditional Letter of Acceptence (tidak bersyarat) saat semua berkas yang dibutuhkan sudah kita lengkapi. 

Lalu berapa persenkan kemungkinan aplikasi kita kan di terima? Jika syarat nilai kita sampai, skor bahasa kita mencukupi, surat rekomendasi kita jelas dan motivation letter kita bagus, pihak admisi akan bermurah hati untuk memberikan LoA. Dari beberapa kampus yang saya cari tahu, pilihannya tetap jatuh kepada pilihan pertama, University of Leeds. Namun untuk jaga-jaga saya tetap mendaftar di kampus lain, yaitu Newcastle Uni. Alasan kenapa saya jatuh cinta dengan University of Leeds ada di postingn berikut berikut. Setelah menunggu beberapa minggu, akhirnya saya dikabari oleh pihak kampus. Kampus pertama yang mengabari saya adalah University of Leeds. Melihat subject email yang ada di layar handphone, jantung saya mau copot rasanya. Jemari saya tiba-tiba basah oleh keringat dingin, badan saya panas dingin. Saya deg-degan bukan main. Perlahan saya buka email tersebut, membacanya pelan-pelan hingga mata saya terhenti di sebuah kalimat bertuliskan "Dear Ms. Nesha, we are pleased to offer you a place ......" Alhamdulillah, saya lulus. Seketika saya rasakan mata saya panas, ada bulir-bulir yang tertahan ingin tumpah. Allah Maha Baik. Meskipun masih bersifat conditional namun saya sangat bersyukur. Bayang-bayang negeri Ratu Elizabeth itu terasa semakin dekat. 

"Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu." - Andrea Hirata

Perjuangan belum selesai sampai disini, saya masih harus tes IELTS dan berburu beasiswa LPDP yang tak kalah drama, hehee..

To be continued,
=))

Share:

Minggu, 23 Oktober 2016

Sehari di Belanda

Siang itu cuaca sangat sejuk di Kota Leeds. Angin peralihan dari musim panas ke musim dingin mulai terasa menyapu wajah dan telapak tangan. Hari itu kami menaiki bus dari Leeds menuju Manchester dengan menempuh perjalanan kurang lebih dua jam. Ya, Euro trip kali itu kami mulai dari Manchester menuju Amsterdam. Kami menggunakan pesawat Flybee, maskapai kesayangan mahasiswa (you know why, hehe). Ini akan menjadi kali pertama saya menginjakkan kaki di daratan Eropa. Rasanya? excited :') Pada saat pertama kali berangkat ke Leeds, sebenarnya saya dan teman-teman transit di Amsterdam namun itu tidak bisa dibilang Euro trip karena kami sama sekali tidak keluar dari bandara. Hihi..
                                        
                                     Boarding pass Man - Ams

Pesawat dari Manchester ke Amsterdam terbang cukup rendah sehingga saya bisa leluasa melihat jejeran awan yang tak ubahnya seperti bongkahan gulali-gulali putih yang berarak dengan indah :) Tak lama kemudian, pesawat menurunkan ketinggian sehingga saya bisa melihat kanal-kanal dan atap-atap bangunan di Amsterdam dengan cukup jelas. Saat itu langit sudah mulai gelap, waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 dan jejeran awan putih yang tadi menghiasi sudah mulai berganti dengan gradasi warna biru tua dan jingga, ciri khas warna senja. Cantik sekali :)

Setelah mendarat di Amsterdam, kami bergegas menuju hostel karena hari sudah semakin larut malam. Setelah berkonsultasi dengan google map dan bertanya kepada mas-mas yang ada di bandara, akhirnya kami menemukan jalan menuju hostel. Ketika melihat di google map kami sempat heran karena disana terlihat arahan untuk menaiki transportasi semacam kapal fery. 

Ternyata benar, dari Amsterdam central, kami harus menaiki fery agar bisa menyeberang ke hostel yang berada di pulau sebelah. Penyebrangannya hanya 3 menit dan yang paling penting gratis, hehehe. Untung pas sampai hotelnya benar-benar kece, sama dengan di website. Jadi kami tak kecewa meski harus menyeberangi pulau lewat di lembah untuk sampai ke sana.
Antrian sebelum menaiki fery :D

Sesampainya di hostel, kami membuka bekal, makan malam, bersih-bersih kemudian istirahat.

                                                                         ***
Keesokan harinya, kami berjalan menyusuri kota Amsterdam. Berhubung kami hanya memiliki waktu satu hari, jadi kami memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat  yang "Belanda banget". Dari Leeds kami sudah menyepakati bahwa itinerary kami untuk hari itu adalah Zaanse Schans, Volendam dan terakhir Amsterdam. Beruntungnya, Sekar menemukan informasi on-day-pass tiket yang bisa digunakan untuk mengunjungi ketiga tempat tersebut. Voila, hanya dengan €13.5 kami sudah bisa mengunjungi ketiga tempat tersebut. Paket hemat banget yaaa? :))

Tiket ini berlaku untuk semua moda transportasi (bus, metro, tram) di Amsterdam dan bus di Zaanse Schans dan Volendam. Tiket tersebut bisa di dapatkan di toko souvenir berlogo I amsterdam di Amsterdam Central. Tiketnya sudah dilengkapi dengan  peta anti nyasar, hehe. Informasinya bisa di lihat di link www.iamsterdam.com 
Tiketnya udah kucel hihi

Destinasi pertama kami adalah Volendam dan tujuan utama kesana adalah untuk berfoto ala-ala none Belanda, hehe. Volendam adalah sebuah kota di timur laut Amsterdam yang terkenal dengan kota pesisir pantainya. Jam 7 pagi kami sudah check-out dari hostel dan menitipkan koper kami dirumah salah satu teman, Mas Whay. Niat hati hanya mau silaturahim dan nitip koper tapi ternyata disuruh sarapan, kemudian dibekali pula. Alhamdulillah, rezeki musafir. Hehe.. Pukul 10 pagi kami sudah sampai di Volendam. Saat sampai kami langsung mengunjungi tourist informationnya dan mengambil peta Volendam disana. Di tempat ini kami juga mendapatkan voucher gratis CD-R jika berfoto di studio foto yang bekerjasama dengan pusat informasi tersebut. Untuk berfoto disana, kita dikenakan biaya €10 untuk satu orang, dan  €15 untuk berdua. Biaya tersebut sudah termasuk kostum dan dua buah hasil cetakan photo ukuran 4x4. Harga anak sekolahan, hehe.

Kami memasuki studio photo dan ternyata di sana juga ada beberapa kelompok orang Indonesia yang sedang antri untuk berphoto. Tampaknya tak afdhol bagi orang Indonesia jika sudah datang ke Belanda namun tidak berphoto di sini, hehe. Buktinya di dinding studio photo tersebut juga ada beberapa wajah yang sangat familiar seperti Ibu Megawati, Aa’ Gym, dan juga beberapa artis Indonesia. Ohya, salah satu rombongan yang kami temui di studio photo ini adalah rombongan dari Pertamina. Rombongan para eksekutif tapi humble sekali. Rombongan ini akhirnya ikut bersama kami untuk melanjutkan perjalanan ke Zaanse Schans. Saya yang tadinya hanya berdua dengan Sekar akhirnya punya banyak teman untuk melanjutkan perjalanan :)

Photo none ala-ala


Sambil menunggu hasil photo jadi, kami berjalan menyusuri pertokoan di sisi pantai Volendam. Di sana ada banyak sekali toko yang menjual suvenir khas Belanda, jajanan khas Belanda seperti dutch pencake dan juga satu lagi yang tak kalah penting yaitu cheese factory yang berjual berbagai macam keju khas Belanda. Setalah berjalan sekitar 30 menit, kami pun kembali ke studio kemudian melanjutkan perjalanan kenuju Zaanse Schans, sebuah desa kecil yang terkenal dengan kincir anginnya.

Volendam and its sundae!

Perjalanan dari Volendam menuju Zaanse Schans memakan waktu sekitar 40 menit. Namun, untuk sampai ke Zaanse Schans kami harus kembali ke Amsterdam Central Di sana kami berjanji bertemu dengan Kak Nunu yang akan menjadi tour guide kami untuk perjalanan kami selanjutnya. Kak Nunu adalah teman satu angkatan kami di Persiapan Keberangkatan (PK) beasiswa LPDP, sama dengan Mas Whay. Setelah bertemu Kak Nunu di Amsterdam Central, kami melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Zaanse Schans. Di sepanjang perjalanan kami disuguhi dengan pemandangan indah khas desa-desa Belanda. Hamparan rerumputan hijau dan domba-domba putih membuat suasana pedesaan khas Eropa semakin terasa.

Sesampainya di Zaanse Schans kami disambut dengan jejeran rumah-rumah lucu berwarna hijau dengan berbagai bentuk kincir angin di sekitarnya. Kami seperti dibawa berjalan ke masa lalu, indah sekali. Kincir angin raksasa yang biasanya hanya saya lihat di google saat itu bisa saya saksikan dengan mata kepala saya sendiri. MashaAllah :') And the perks of travelling with locals, perjalanan ke Zaanse Schans gak pakai nyasar atau tanya-tanya google map, hehee.

Gloomy Zaanse Schans

Beberapa jam berphoto dan berkeliling Zaanche Scans, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir, yaitu kota Amsterdam. Kami sampai di Amsterdam ketika lampu-lampu jalan sudah mulai di nyalakan. Segala lelah mengejar target destinasi pada hari itu seperti terbayar saat menyaksikan pantulan lampu-lampu jalan menyatu dengan kanal-kanal cantik di setiap sudut kota Amsterdam. Di kota ini, sisi jalan untuk pengendara sepeda hampir sama luasnya dengan sisi jalan untuk pengendara kendaraan bermotor. Para eksekutif muda tak segan mengayuh sepeda mereka dengan pakaian dinas lengkap dengan tas yang diletakkan di keranjang bagian depan sepeda, keren sekali!
Berjalan menyusuri kota ini seperti melihat bentuk ideal peradaban manusia di mana orang-orangnya punya kesadaran yang tinggi akan lingkungan dan kesehatan mereka. Malamnya, kami kembali ke kos-an Mas Whay dan ternyata sudah di siapkan makan malam. Terharu.. Jam 10 malam kami berangkat menuju bus station untuk melanjutkan perjalanan menuju kota Paris. Kami sengaja memilih bus malam agar hemat biaya hotel, heheh. Cerita sehari di kota Paris InsyaAllah akan saya bahas di postingan selanjutnya yaaa :) 

Senja di Amsterdam

Ams typical building 
Semoga ada ibrah yang bisa di ambil dari perjalanan sehari di negara ini. Tentang transportasinya yang tertata rapi, tentang orang-orang kami temui selama perjalanan, Mas Whay yang sudah baik sekali menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam kami, Kak Nunu yang sangat sabar menemani kami menyusuri Zaanse Schans dan Amsterdam juga tentang rombongan Bapak Ibu Pertamina yang tidak malu gabung main dan jalan kaki dengan bocah seperti kami. Last but not least, tentang Kaka Cekal yang sudah sabar sekali photoin aku :'')

Bus menuju Paris
Terimakasih untuk semua cerita yang bisa dibawa pulang, Belanda. Semoga kelak bisa bertemu lagi, InsyaAllah. 

Next post, sehari di Paris. Mohon doanya biar nggak mager yaaaa, hihi.
Ps. some picts are credited to Sekar :))



Share: